Senin, 11 Mei 2015

Nama               : Dera Fauziyah
NIM                : 20140610207
Kelas               : E
Tugas Hukum Pidana

Contoh kasus alasan pemaaf
1.                  Kronologi kasus

Di daerah Cibeureum kecamatan Bantarkalong, tanggal 30 Maret 2013 terjadi kasus pencurian oleh seorang laki-laki yang berinisial “A”. Si “A” adalah seorang laki-laki dewasa sejak kecil “A” mengalami gangguan mental/kejiwaan (Autis/hyperaktif), pada suatu hari ketika sedang berjalan di sebuah gang, di daerah Cibeureum kecamatan bantarkalong  “A” melihat sebuah laptop  di depan rumah si “B”, yaitu laptop tersebut milik si “B” karena bentuk dan suara yang dihasilkan laptop yang sedang nyala tersebut membuat A tertarik lalu mengambilnya dan langsung membawa laptop itu pergi tanpa sepengetahuan si “B”. Kemudian si “B” menyadari bahwa laptop nya hilang. Lalu melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Pada saat si “A” menggambil laptop si “B” ada si “C” dan si “E” melihatnya, dan “C” dan “E” menjadi saksi terjadian pencurian yang dilakukan oleh si “A” terhadap barang yang di miliki si “B”. Setelah diselidiki oleh pihak yang berwajib ternyata si “A” mengalami gangguan mental/ kejiwaan (Autis/hyperaktif) sejak kecil. Si “A” akhirnya tidak dapat dipidana karena ia mendapat penghapusan pidana yaitu alasan pemaaf.


  
2.2.        Analisis kasus

Berdasarkan kasus diatas apa yang dilakukan oleh A adalah perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 362 KUHP, “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Karena alasan gangguan mental/kejiwaan A (di dasarkan keterangan ahli), maka A mendapatkan penghapusan pidana, didasarkan pada Pasal 44 KUHP :” barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya ( gebrekkige ontwikkeling ) atau terganggu karena penyakit ( ziekelijke storing ), tidak dipidana “.
Pasal 44 ayat 1 KUHP yang menyatakan tidak dapat dihukum seorang yang perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada orang itu berdasar bertumbuhnya atau ada gangguan penyakit pada daya piker seorang pelaku. Istilah tidak dapat dipertanggungjawabkan (niet kan worden toe gerekend) tidak dapat disamakan dengan “tidak ada kesalahan berupa sengaja atau culpa”. Yang dimaksud disini adalah berhubung dengan keadaan daya berpikir tersebut dari si pelaku, ia tidak dapat dicela sedemikian rupa sehingga pantaslah ia dikenai hukuman. Dalam hal ini diperlukan orang-orang ahli seperti dokter spesialis dan seorang psikiater.

Dalam memorie van Toelicting yang dimaksud tidak mampu bertanggungjawab (Sudarto,1987:951) adalah, Dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan undang – undang. Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehinga tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menetunkan akibat perbuatannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar